Efek Domino Penolakan Israel di Piala Dunia U-20

Ketua Umum Komite Olimpiade Nasional (KOI) Raja Sapta Oktohari bersama jajarannya dalam sesi konferensi pers di Kantor NOC, Sudirman, Jakarta, Rabu (29/3/2023). (Liputan6.com/Luthfa Arisyi)
Ketua Umum Komite Olimpiade Nasional (KOI) Raja Sapta Oktohari bersama jajarannya dalam sesi konferensi pers di Kantor NOC, Sudirman, Jakarta, Rabu (29/3/2023). (Liputan6.com/Luthfa Arisyi)

siar.id, Jakarta Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Raja Sapta Oktohari membeberkan efek domino yang bisa ditimbulkan dari aksi penolakan partisipasi Israel di Piala Dunia U-20 2023.

Tak hanya berpotensi membuat Tanah Air diganjar sanksi FIFA, polemik tersebut juga dinilai bakal berdampak terhadap krediblitas Indonesia saat menjadi tuan rumah event-event olahraga internasional lainnya.

Bacaan Lainnya

Seperti diketahui, posisi Indonesia sebagai lokasi penyelenggara FIFA World Cup U-20 saat ini tengah berada di ujung tanduk. Status tuan rumah berpotensi dicabut lantaran adanya gelombang penolakan Israel yang ditunjukkan berbagai pihak.

Federasi sepak bola dunia sebelumnya telah mengambil langkah untuk membatalkan drawing yang dijadwalkan berlangsung di Bali pada Jumat (31/3/2023) mendatang.

Akibat hal ini, Ketua Umum PSSI Erick Thohir mencoba mendatangi petinggi FIFA demi melobi sekaligus menyelamatkan nasib Indonesia di Piala Dunia U-20 2023.

Raja Sapta Oktohari selaku Ketua Komite Olimpiade yang menaungi berbagai cabang olahraga Tanah Air pun ogah menutup mata di tengah situasi ini. Ia dengan tegas menyoroti potensi multiplier effect yang bakal muncul apabila Indonesia batal jadi tuan rumah.

“Jadi perlu diingat, Indonesia sudah menandatangani kerja sama dengan banyak pihak. Ini harus dilihat bahwa kalau sampai salah langkah, preseden ini akan terjadi bukan hanya di satu cabor, tetapi mendapat multiplier effect kepada cabor-cabor lain,” tuturnya saat memberi keterangan pers di Kantor NOC Indonesia, Jakarta, Rabu (29/3/2023).

Jangan Campur Adukkan Politik dan Olahraga

Lebih lanjut, RSO juga dengan tegas meminta agar masalah politik Indonesia tidak dicampuradukkan dengan aktivitas di kancah olahraga.

Menurutnya, para atlet berhak mewujudkan cita-citanya untuk mengibarkan bendera Merah Putih dan mengumandangkan lagu Indonesia Raya di kompetisi level dunia.

“Bahasa in bukan bahasanya RSO, tetapi bahasa cabang olahraga yang berada di bawah Komite Olimpiade Indonesia, yang setiap hari memproduksi atlet dengan cita-cita mengumandangkan Indonesia Raya dan mengibarkan Merah Putih,” tutur RSO.

“Ini yang betul-betul harus diantisipasi. Jangan sampai, kita tahu mendekati tahun politik, nuansanya jadi suasana politik. Olahraga itu bukan politik. Olahraga adalah pemersatu bangsa. Ini yang saya ingin pertegas dan saya pikir cukup jelas,” tandas dia.

Pos terkait